Era kejayaan Islam, kegiatan kedokteran semakin maju pesat.
Dokter-dokter Islam sangat berjasa dengan kontribusinya pada dunia ilmu
kedokteran. Hal ini dapat dilihat melalui penemuan-penemuan mereka dalam
menganilisis dan menemukan penyakit beserta obat penawarnya, cara-cara
pengobatan, institusi-intitusi pengobatan maupun pendidikan, serta
bangunan-bangunan lembaga tang berdiri kokoh hingga sekarang. Dibawah
ini akan dipaparkan warisan-warisan Islam yang dijelaskan diatas.
Penemuan-penemuan Islam Dalam Bidang Medis
1. Urologi, Bakteriologi, Anesthesia, Surgery, Ophthamology, Psikoterapi
Salah satu penemuan Islam yang juga diungkap oleh karya-karya Barat
dalam bidang medis adalah Urologi. Urologi merupakan cabang ilmu
kedokteran yang khusus menangani tentang penyakit ginjal dan saluran
kemih serta alat reproduksi. Mengenai cabang ilmu ini ditulis dalam
kitab Prof. Rabie E Abdel-Halim, bertajuk Paediatric Urology 1000 Years Ago. Dikitab ini disebutkan keberhasilan dunia kedokteran muslim pada seratus tahun seribu tahun silam dalm bidang Urologi.
Dalam ilmu Urologi dikaji oleh empat dokter Islam dalam karyanya masing-masing. Kitab keempat dokter tersebut ialah Kitab al-Hawi fi al-Tibb karya al-Razi, Risalah fi Siyasat as-Sibian wa- Tadbirihim, karya Ibnu al-Jazzar, kitab at-Tasrif li-man ‘Ajiza ‘an at-Ta’lif, karya Al-Zahrawi, dan Al-Qanun fi at-TIbb, karya
Ibnu Sina. Dalam Urologi ini, mereka membahas dan menganalisis penyakit
ginjal dan yang lainnya dengan gejala-gejal yang timbul tentunya.
Mereka berhasil mengembangkan warisan-warisan ilmu medis YUnani dan
menciptakan penemuan baru.
Cabang-cabang Ilmu kedokteran yang tidak bias saya jelaskan semuanya
dari ilmuwan Islam, diantaranya Anesthesia, Surgery, Ophthamology,
Psikoterapi. Bakteriologi, Ilmu yang mempelajari kehidupan dan
klasifikasi bakteri. Dokter Muslim yang banyak memberi perhatian pada
bidang ini adalah Al-Razi serta Ibnu Sina. Anesthesia, suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Ibnu
Sina tokoh yang memulai mengulirkan ide menggunakan anestesi oral. Ia
mengakui opium sebagai peredam rasa sakit yang sangat manjur.
Surgery, Bedah atau pembedahan adalah adalah spesialisasi
dalam kedokteran yang mengobati penyakit atau luka dengan operasi manual
dan instrumen. Dokter Islam yang berperan dalam bedah adalah Al-Razi
dan Abu al-Qasim Khalaf Ibn Abbas Al-Zahrawi. Ophthamology,
cabang kedokteran yang berhubungan dengan penyakit dan bedah syaraf
mata, otak serta pendengaran. Dokter Muslim yang banyak memberi
kontribusi pada Ophtamology adalah lbnu Al-Haytham (965-1039 M).
Selain itu, Ammar bin Ali dari Mosul juga ikut mencurahkan
kontribusinya. Jasa mereka masih terasa hingga abad 19 M. Psikoterapi,
serangkaian metode berdasarkan ilmu-ilmu psikologi yang digunakan untuk
mengatasi gangguan kejiwaan atau mental seseorang. Dokter Muslim yang
menerapkan psikoterapi adalah Al-Razi serta Ibnu Sina.
2. Aneka Metode Terapi dalam Medis Islam
Kometerapi, Krometerapi, Hirudoterapi
Kometerapi adalah metode peratan penyakit dengan menggunakan zat
kimia untuk membunuh sel penyakit kangker. Perawatan ini berguna untuk
menghambat kerja sel. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini merujuk
kepada obat antineoplastik yang digunakan untuk melawan kangker.
Kometerapi pertama kali dikenalkan oleh dokter legendaris muslim,
Al-Razi. Al-Razi merupakan dokter pertama yang memperkenalkan penggunaan
zat-zat kimia dan obat-obatan dalam penyembuhan. Zat-zat itu meliputi
belerang, tembaga, merkuri, garam arsenik, sal ammoniac, gold scoria,
ter, aspal dan alcohol.
Krometerapi merupakan metode perawatan penyakit dengan menggunakan
warna-warna. Terapi ini merupakan terapi suportif yang dapat mendukung
terapi utama. Menurut praktisi krometerapi, penyebab dari beberapa
panyakit dapat diketahui dari pengurangan warna-warna tertentu dari
system dalam menusia. Terapi ini dikembangkan oleh Ibnu Sina. Ia mampu
menggunakan warna sebagai salah satu bagian paling penting dalam
mendiagnosa dan perawatan. Seperti yang telah ia ungkapkan dalam
kitabnya,
The Canon of Medicane, “warna merupakan gejala yang nampak dalam penyakit”.
Hirudoterapi merupakan terapi penyembuhan penyakit dengan menggunakan
pacet/lintah sebagai obat untuk tujuan pengobatan. Metode terapi ini
juga diperkanalkan oleh Ibnu Sina dalam karya yang sama. Tapi dalam
kemajuannya, pengobatan dengan lintah inidiperkenalkan lagi oleh
Abdel-Latief pada abad ke-12 M
. yang kurang lebih menulis bahwa lintah dapat digunakan untuk membersihkan jaringan penyakit setelah operasi pembedahan.
Metode-metode ini banyak disadur dan dikembangkan dalam dunia modern.
Hingga istilah dan penyebutannya pun berbeda. Misalnya, kometerepi, di
dunia modern bisa digunakan kombinasi sitostika dan disebut regimen
kometerapi. Padahal sebelumnya penggunaan kometerapi digunakan satu
jenis saja. Kometerapi pertama modern adalah asrsphenamine karya Paul
Ehrlich, sebuah Arsenic komplel ditemukan pada tahun1909 dan digunakan
untuk merawat sipilis. Dan tentunya masih banyak lagi metode terapi atau cara pengobatan lain dari khaazanah ilmu kedokteran Islam.
Institusi-Institusi dan Sistemnya
1. Pendidikan
Abad ke-12 dan ke-13 gelombang besar melanda aktivitas kedokteran,
ketika para dokter dari seluruh dunia Muslim mengejar karir institusi
medis di Damaskus dan Kairo. Karena sudah banyak Rumah Sakit yang
didirikan dan memerlukan lebih banyak dokter dalam pengoprasiaanya.
Rujukan pertama dalam mendapatkan ilmu kedokteran adalah Institusi
pendidikan seperti madrasah (sekolahan).
Di Damaskus abad ke-13, Muhadzadzab al-Din al-Dakhwar membuat sebuah sekolahan dalam rangka pengajaran kedokteran eksklusif.Sekolah tersebut disambut gembira oleh pemimpin otoritas keagamaan kota
tersebut. Ada yang mengatakan, sekolah kedokteran pertama yang dibangun
umat Islam sekolah Jindi Shapur. Khalifah Al-Mansur dari Dinasti
Abbasiyah yang mendirikan kota Baghdad mengangkat Judis Ibn Bahtishu
sebagai dekan sekolah kedokteran itu. Pendidikan kedokteran yang
diajarkan di Jindi Shapur sangat serius dan sistematik.
Pendirian Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya
mempelajari bidang keagamaan, mulai gencar pada abad ke-14 pada era
Usmaniah hingga Sultan Muhammad berkuasa. Madrasah tersebut banyak
mencetak yang tidak hanya ulama’, tapi seorang ilmuwan. Dokter-dokter
pun banyak terlahir dalam pendidikan ini. Pendidikan era Usmani ini,
mempunyai konsep dan metode khusus dalam mendidik tenaga medis, selain
sudah memiliki tabib, yang dikenal spesialis penyakit pada era itu.
Ternyata dalam era Usmani, pendidikan kedokteran tidak hanya
dilakukan di gedung sekolahan, tapi juga di sebuah Rumah Sakit yang
memang ada khusus tempat didik calon dokter. Bedanya dengan madraah, di
RS tidak hanya diajari teori-teori seputar kedokteran, tapi juga praktek
medis langsung. Sedangkan Madrasah lebih banyak mempelajari seluk beluk
kedokteran secara teoritis.
2. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan salah satu prestasi institusional terbesar
masyarakat Islam abad pertengahan. Antara abad ke-9 dan ke-10 lima RS
dibangun di Baghdad. Rumah sakit paling terkenal adalah RS Adudi yang
dibangun di bawah pemerintahan Buyudiyah pada tahun 982. Setelah periode
ini jumlah RS meningkat signifikan. Ketika institusi terkenal seperti
RS Nuri di Damaskus (abad ke-12), dan RS al-Mansuri di Kairo (abad
ke-13) dibangun bersamaan dengan RS lain di Qayrawan, Mekkah, Madinah,
dan Rayy.

Institusi-intitusi medis terbuka bagi semua orang yang memerlukan
pengobatan atau obat. Tidak memandang gender, ras, kelas, orang miskin
atau kaya, agama. Perawatan medis bergerak secara bergilir ke
pelosok-pelosok desa dan juga melayani pengobatan para narapidana.
System peraturan dan menageman RS juga telah diterapkan. Dengan adanya
pemisahan antara pasien wanita dan laki-laki, jadwal kerja para dokter,
terdapat seorang administrator kepala, seorang kepala setaf yang juga
memiliki wewenang menjalankan operasi medis.
Beberapa RS tersedia tempat pendidikan, perpustakaan dan juga
ruang-ruang khusus operasi atau pembedahan. Regulasi yang telah
terorganisasikan secara sistematis, juga didukung dengan sarana-sarana
lainnya. Seperti Muhtasib (supervisor pasar) yang merupakan pegawai public, berwenang untuk memberikan perlindungan melawan praktek curang. Manual hisbah (supervise pasar), disusun untuk menjelaskan kewajiban muhtasib.
Dalam RS lebih maju terdapat berbagai fasilitas seperti apa yang
telah dijelaskan. Termasuk apotek (toko obat) khusus untuk melayani
pembelian obat masyarakat umum. Berbicara mengenai apotek, Islam juga
mewarisi apotek-apotek yang dibangun oleh apoteker Islam zaman dulu.
Sharif Kaf al-Ghazal dalam tulisannya bertajuk
The Valueble contributions of Al-Razi in the History of pharmacy during the middle Ages,
mengungkapkan, apotek pertama di dunia berdiri di kota Baghdad pada
tahun 754 M. Saat itu Baghdad sudah menjadi Ibu kota Kekhalifahan
Abbasiyah.
Selain itu, peradaban Islam juga merupakan pendiri sekolah farmasi
pertama. Dengan berkembangnya ilmu farmasi yang begitu cepat membuat
apotek atau toko-toko obat tumbuh berdiri di kota-kota Islam. Hampir di
setiap RS besar dilengkapi dengan apotek instalasi farmakologi. Bahkan
di era Abbasyiah, para ahli-ahli obat mempunyai apotek sendiri
dirumahnya dan menggunakan keahliannya untuk meracik, menyimpan aneka
obat-obatan sendiri. Pemerintah Islam juga mendukung pembangunan
dibidang farmasi, dengan tujuan adanya selektifikasi atau ketelitian
dalam obat.
Secara bersamaan, praktek sosial medis ini menjadikan kedokteran
Islam berada pada satu tingkatan yang tak terprediksikan dalam sejarah
yang selanjutnya memberi kontribusi pada perkembangan tradisi medis
Timur maupun Barat.
Etika Kedokteran
Dalam praktek pengobatan dan perawatan pada pasien perlu diterapkan
etika. Para dokter harus memiliki sikap tersebut dalam menjalankan
profesinya itu. Karena itu sangat berpengaruh pada keberhasilannya dalam
menyembuhkan pasien. Selain sikap itu khusus untuk menjaga nama baik
atau keprofesionalan seorang dokter, sikap-sikap etis dokter juga
berkaitan dengan psikologi pasien. Bagaimana seorang dokter mampu
menciptakan suasana, menciptakan rasa percaya diri untuk sembuh dan
sebagainya.
Profesi dokter yang disandang seseorang, sangat terhomat di mata
pasiennya. Oleh karena itu untuk menjaga kehormatan, nama baik maupun
keharmonisan antara dokter dan pasiennya, perlu diterapkan sikap-sikap
etis yang diemban para dokter. Berangkat dari situ, tradisi kedoteran
para era kejayaan Islam menetapkan peraturan atau kode etik harus
diemban oleh para dokter. Hingga era kekhalifahan Usmani peraturan
berjalan sangat ketat. Para dokter muslim diwajibkan memegang teguh
etika kedokteran dalam mengobati pasiennya.
Akdeniz (sari) N mengatakan dalam karyanya,
Osmanlilarda Hekim ve Hekimlik Ahlaki (Dokter Ottoman dan Etika Kedokteran), “setiap dokter harus mematuhi etika kedokteran dalam setiap tindakannya”.
Menurut is secara garis besar ada empat hal yang harus dipegang teguh oleh para dokter di era kekhalifahan Turki Usmani, yaitu
kesederhanaan/kesopanan, kepuasan,harapan dan kesetiaan.
Akdeniz juga berpendapat berdasarkan catatan para tokoh di zaman Turki
Usmani, etika kedokteran mengatur dokter saat berinteraksi dengan
pasiennya.
Nilai kesopanan dalam kutipan Akdeniz, tercermin dari sikap
seorang dokter bijak abad 16 M zaman Turki Usmani yang bernama Nidai.
Nidai menasehati pasiennya ketika memuji dirinya setelah berhasil
menyembuhkan, bahwa Allah-lah yang sebenarnya menyembuhkan. Nilai kesetiaan
disarankan dokter terkemuka era Turki, Vesim Abbas bahwa dokter harus
setia dengan pasien dalam pengobatannya walaupun pasien bertindak tidak
baik.
Dalam nilai kepuasan ia juga menuturkan bahwa seorang dokter
harus merasa puas terhadap keberhasilannya mengobati dan menyembuhkan
pasien tanpa ambisi mendapatkan uang. Begitu juga rasa optimisme,
seorang dokter tidak boleh menyebabkan pasiennya mengalami
keputusasaan. Seperti yang diajarkan dokter abad 15 M, Ibnu Shareef,
dokter harus mengembangkan dan menumbuhkan rasa optimisme para
pasiennya. Bahkan tidak boleh memberitahukan terkait kematiannya.
Tapi dalam karyanya,
“Tip Deontolojisi” Prof. Nil tampaknya
menunjukkan kesayanga. Menurut Prof. Nil dizan modern ini, telah terjadi
perubahan yang begitu besar. Akibat pesatnya perkembangan pengetahuan
dan teknologi medis
Akibatnya nilai-niai moral yang dipegang teguh dokter mulai terkikis
dan tergantikan dengan nilai-nilai baru. Berbeda dengan ungkapan
Beauchamp LT dalamkarya
Childress FJ: Principless of Biomedical Ethics, pada
abad ke-20 M, kemajuan besar telah dicapai dibidang studi etika medis.
Etika medis saat ini terkonsentrasi pada pemecahan pilihan moral sesuai
dengan prinsip-prinsip etika dan peraturannya.