Sabtu, 03 Desember 2011

Perkembangan Ilmu Kedokteran di Dunia


       Studi kedokteran yang berkembang pesat di era modern ini merupakan puncak dari usaha jutaan manusia, baik yang dikenal maupun tidak, sejak ribuan tahun silam. Begitu pentingnya, ilmu kedokteran selalu diwariskan dari generasi ke generasi dan bangsa ke bangsa. Cikal bakal ilmu medis sudah ada sejak dahulu kala. Sejumlah peradaban kuno, seperti Mesir, Yunani, Roma, Persia, India, serta Cina sudah mulai mengembangkan dasar-dasar ilmu kedokteran dengan cara sederhana.

       Tapi peradaban keilmuan, khususnya dalam bidang kedokteran yang dicapai oleh bangsa-bangsa itu akhirnya bergeser. Zaman pertengahan, peradaban ada ditangan Islam, dimana Ilmu pengetahuan mendapat perhatian penuh. Tidak terkecuali ilmu kedokteran, ketika penerjemahan dilakukan secara besar-besaran. Dari kegiatan itu, dapat dikatakan kejayaan Islam dalam keilmuan dimulai. Inilah zaman menuju keemasan Islam, yang dalam dunia politik kekhalifahan dipegang oleh bani Abbasiyyah.

       Kontribusi peradaban Islam dalam dunia kedokteran sungguh sangat tak ternilai. Di era keemasannya, peradaban Islam telah melahirkan sederet pemikir dan dokter terkemukan yang telah meletakkan dasar-dasar ilmu kedokteran modern. Dunia Islam juga tercatat sebagai peradaban pertama yang mempunyai Rumah Sakit dan dikelola oleh tokoh-tokoh professional. Dunia kedokteran Islam di zaman kekhalifahan meninggalkan banyak karya yang menjadi literatur keilmuan Dunia.
      


Sejarah Perkembangan Ilmu Kedokteran

1. Awal Perkembangan Sebelum Islam
       Seperti ungkapan Dr. Ezzat Abouleist di statemen awal pendahuluan, “Ilmu kedokteran tidak lahir dalam waktu semalam”. Keilmuan yang berkembang dan praktek-prakteknya tidak tanpa mula. Tapi mempunyai sejarah panjang yang dihasilkan para pendahulu hingga hasilnya dapat dilihat saat ini. Awal mula kelahirannya dimulai pada masa peradaban Yunani. Dan bangsa-bangsa lain sekitar pada masa itu.
       Dalam peradaban Yunani, orang Yunani Kuno mempercayai Asclepius sebagai dewa kesehatan. Pada era ini, menurut penulis Canterbury Tales, Geoffrey Chaucer, di Yunani telah muncul beberapa dokter atau tabib terkemuka. Tokoh Yunani yang banyak berkontribusi mengembangkan ilmu kedokteran adalah Hippocrates atau `Ypocras' (5-4 SM). Dia adalah tabib Yunani yang menulis dasar-dasar pengobatan.
       Selain itu, ada juga nama Rufus of Ephesus (1 M) di Asia Minor. Ia adalah dokter yang berhasil menyusun lebih dari 60 risalah ilmu kedokteran Yunani. Dunia juga mengenal Dioscorides. Dia adalah penulis risalah pokok-pokok kedokteran yang menjadi dasar pembentukan farmasi selama beberapa abad. Dokter asal Yunani lainnya yang paling berpengaruh adalah Galen (2 M). Ketika era kegelapan mencengkram Barat pada abad pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran diambil alih dunia Islam yang telah berkembang pesat di Timur Tengah, menurut Ezzat Abouleish, seperti halnya lmu-ilmu yang lain.

 2. Pada Masa Peradaban Islam
1. Masa Awal
       Perkembangan kedokteran Islam melalui tiga periode pasang-surut. Periode pertama dimulai dengan gerakan penerjemahan literatur kedokteran dari Yunani dan bahasa lainnya ke dalam bahasa Arab yang berlangsung pada abad ke-7 hingga ke-8 Masehi. Pada masa ini, sarjana dari Syiria dan Persia secara gemilang dan jujur menerjemahkan litelatur dari Yunani dan Syiria kedalam bahasa Arab.
       Rujukan pertama kedokteran terpelajar dibawah kekuasaan khalifah dinasti Umayyah, yang memperkerjakan dokter ahli dalam tradisi Helenistik. Pada abad ke-8 sejumlah keluarga dinasti Umayyah diceritakan memerintahkan penterjemahan teks medis dan kimiawi dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Berbagai sumber juga menunjukkan bahwa khalifah dinasti Umayyah, Umar ibn Abdul Aziz (p.717-20) memerintahkan penterjemhan dari bahasa Siria ke bahasa Arab sebuah buku pegangan medis abad ketujuh yang ditulis oleh pangeran Aleksandria Ahrun.
       Pengalihbahasaan literatur medis meningkat drastis dibawah kekuasaan Khalifah Al-Ma'mun dari Diansti Abbasiyah di Baghdad. Para dokter dari Nestoria dari kota Gundishpur dipekerjakan dalam kegiatan ini. Sejumlah sarjana Islam pun terkemuka ikut ambil bagian dalam proses transfer pengetahuan itu. Tercatat sejumlah tokoh seperti, Yuhanna Ibn Masawayah (w. 857), Jurjis Ibn-Bakhtisliu, serta Hunain Ibn Ishak (808-873 M) ikut menerjemahkan literatur kuno dan dokter masa awal.
       Karya-karya original ditulis dalam bahasa Arab oleh Hunayn. Beberapa risalah yang ditulisnya, diantaranya al-Masail fi al-Tibb lil-Mutaallimin (masalah kedokteran bagi para pelajar) dan Kitab al-Asyr Maqalat fi al-Ayn (sepuluh risalah tentang mata).  Karya tersebut berpengaruh dan sangat inovatif, walaupun  sangat sedikit memaparkan observasi baru. Karya yang paling terkenal dalam periode awal ini disusun oleh Ali Ibn Sahl Rabban al-Tabari (783-858), Firdaws al-Hikmah. Dengan mengadopsi satu pendekatan kritis yang memungkinkan pembaca memilih dari beragam praktek, karya ini merupakan karya kedokteran Arab komprehensif pertama yang mengintegrasikan dan memuat berbagai tradisi kedokteran waktu itu.
       Perkembangan tradisi dan keberagaman yang nampak pada kedokteran Arab pertama, dikatan John dapat dilacak sampai pada warisan Helenistik. Dari pada khazanah kedokteran India. walaupun keilmuan kedokteran India kurang terlalu mendapat perhatian, tidak menafikan adanya sumber dan praktek berharga yang dapat dipelajari. Warisan ilmiah Yunani menjadi dominan, khususnya helenistik, John Esposito mengatakan “satu kesadaran atas (perlunya) lebih dari satu tradisi mendorong untuk pendekatan kritis dan selektif “. Seperti dalam sains Arab awal.

2. Masa Kejayaan
       Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran Islam berkembang begitu pesat. Sejumlah RS (RS) besar berdiri. Pada masa kejayaan Islam, RS tak hanya berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan para pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu para dokter baru. Tak heran, bila penelitian dan pengembangan yang begitu gencar telah menghasilkan ilmu medis baru. Era kejayaan peradaban Islam ini telah melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan berpengaruh di dunia kedokteran, hingga sekarang. `'Islam banyak memberi kontribusi pada pengembangan ilmu kedokteran,'' papar Ezzat Abouleish.

       Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon. Al-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes. Ia pernah menjadi dokter istana Pangerang Abu Saleh Al-Mansur, penguasa Khorosan. Ia lalu pindah ke Baghdad dan menjadi dokter kepala di RS Baghdad dan dokter pribadi khalifah. Buku kedokteran yang dihasilkannya berjudul “Al-Mansuri” (Liber Al-Mansofis) dan “Al-Hawi”.
       Tokoh kedokteran lainnya adalah Al-Zahrawi (930-1013 M) atau dikenal di Barat Abulcasis. Dia adalah ahli bedah terkemuka di Arab. Al-Zahrawi menempuh pendidikan di Universitas Cordoba. Dia menjadi dokter istana pada masa Khalifah Abdel Rahman III. Sebagain besar hidupnya didedikasikan untuk menulis buku-buku kedokteran dan khususnya masalah bedah.
       Salah satu dari empat buku kedokteran yang ditulisnya berjudul, 'Al-Tastif Liman Ajiz'an Al-Ta'lif' - ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad pertengahan. Buku itu digunakan di Eropa hingga abad ke-17. Al-Zahrawi menerapkan cautery untuk mengendalikan pendarahan. Dia juga menggunakan alkohol dan lilin untuk mengentikan pendarahan dari tengkorak selama membedah tengkorak. Al-Zahrawi juga menulis buku tentang tentang operasi gigi.
       Dokter Muslim yang juga sangat termasyhur adalah Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037 M). Salah satu kitab kedokteran fenomela yang berhasil ditulisnya adalah Al-Qanon fi Al- Tibb atau Canon of Medicine. Kitab itu menjadi semacam ensiklopedia kesehatan dan kedokteran yang berisi satu juta kata. Hingga abad ke-17, kitab itu masih menjadi referensi sekolah kedokteran di Eropa.
       Tokoh kedokteran era keemasan Islam adalah Ibnu Rusdy atau Averroes (1126-1198 M). Dokter kelahiran Granada, Spanyol itu sangat dikagumi sarjana di di Eropa. Kontribusinya dalam dunia kedokteran tercantum dalam karyanya berjudul 'Al- Kulliyat fi Al-Tibb' (Colliyet). Buku itu berisi rangkuman ilmu kedokteran. Buku kedokteran lainnya berjudul 'Al-Taisir' mengupas praktik-praktik kedokteran.
       Nama dokter Muslim lainnya yang termasyhur adalah Ibnu El-Nafis (1208 - 1288 M). Ia terlahir di awal era meredupnya perkembangan kedokteran Islam. Ibnu El-Nafis sempat menjadi kepala RS Al-Mansuri di Kairo. Sejumlah buku kedokteran ditulisnya, salahsatunya yang tekenal adalah 'Mujaz Al-Qanun'. Buku itu berisi kritik dan penambahan atas kitab yang ditulis Ibnu Sina. Beberapa nama dokter Muslim terkemuka yang juga mengembangkan ilmu kedokteran antara lain; Ibnu Wafid Al-Lakhm, seorang dokter yang terkemuka di Spanyol; Ibnu Tufails tabib yang hidup sekitar tahun 1100-1185 M; dan Al-Ghafiqi, seorang tabib yang mengoleksi tumbuh-tumbuhan dari Spanyol dan Afrika.
       Setelah abad ke-13 M, ilmu kedokteran yang dikembangkan sarjana-sarjana Islam mengalami masa stagnasi. Perlahan kemudian surut dan mengalami kemunduran, seiring runtuhnya era kejayaan Islam di abad pertengahan. sampai disini, penulis tidak akan menjelaskan nasib Ilmu kedokteran masa kemunduran Islam. Karena sudah jelas Peradaban Islam mengalami kematian. Oleh karena itu, dalam sub-bab selanjutnya penulis akan terus menulusuri warisan-warisan peradaban Islam berkaitan dengan bidang ini. Karena banyak sekali warisan peradaban Islam dalam bidang kedokteran, baik itu berupa teori-teori pengobatan, lembaga-lembaga, beserta sistemnya.

Jumat, 02 Desember 2011

Warisan-Warisan Peradaban Islam Dalam Bidang Kedokteran

       Era kejayaan Islam, kegiatan kedokteran semakin maju pesat. Dokter-dokter Islam sangat berjasa dengan kontribusinya pada dunia ilmu kedokteran. Hal ini dapat dilihat melalui penemuan-penemuan mereka dalam menganilisis dan menemukan penyakit beserta obat penawarnya, cara-cara pengobatan, institusi-intitusi pengobatan maupun pendidikan, serta bangunan-bangunan lembaga tang berdiri kokoh hingga sekarang.  Dibawah ini akan dipaparkan warisan-warisan Islam yang dijelaskan diatas.
Penemuan-penemuan  Islam Dalam Bidang Medis
1. Urologi, Bakteriologi, Anesthesia, Surgery, Ophthamology, Psikoterapi
       Salah satu penemuan Islam yang juga diungkap oleh karya-karya Barat dalam bidang medis adalah Urologi. Urologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang khusus menangani tentang penyakit ginjal dan saluran kemih serta alat reproduksi. Mengenai cabang ilmu ini ditulis dalam kitab Prof. Rabie E Abdel-Halim, bertajuk Paediatric Urology 1000 Years Ago. Dikitab ini disebutkan keberhasilan dunia kedokteran muslim pada seratus tahun seribu tahun silam dalm bidang Urologi.
       Dalam ilmu Urologi dikaji oleh empat dokter Islam dalam karyanya masing-masing. Kitab keempat dokter tersebut ialah Kitab al-Hawi fi al-Tibb karya al-Razi, Risalah fi Siyasat as-Sibian wa- Tadbirihim, karya Ibnu al-Jazzar, kitab at-Tasrif li-man ‘Ajiza ‘an at-Ta’lif, karya Al-Zahrawi, dan Al-Qanun fi at-TIbb, karya Ibnu Sina. Dalam Urologi ini, mereka membahas dan menganalisis penyakit ginjal dan yang lainnya dengan gejala-gejal yang timbul tentunya. Mereka berhasil mengembangkan warisan-warisan ilmu medis YUnani dan menciptakan penemuan baru.
       Cabang-cabang Ilmu kedokteran yang  tidak bias saya jelaskan semuanya dari  ilmuwan Islam, diantaranya Anesthesia, Surgery, Ophthamology, Psikoterapi. Bakteriologi, Ilmu yang mempelajari kehidupan dan klasifikasi bakteri. Dokter Muslim yang banyak memberi perhatian pada bidang ini adalah Al-Razi serta Ibnu Sina. Anesthesia, suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Ibnu Sina tokoh yang memulai mengulirkan ide menggunakan anestesi oral. Ia mengakui opium sebagai peredam rasa sakit yang sangat manjur.
       Surgery, Bedah atau pembedahan adalah adalah spesialisasi dalam kedokteran yang mengobati penyakit atau luka dengan operasi manual dan instrumen. Dokter Islam yang berperan dalam bedah adalah Al-Razi dan Abu al-Qasim Khalaf Ibn Abbas Al-Zahrawi. Ophthamology, cabang kedokteran yang berhubungan dengan penyakit dan bedah syaraf mata, otak serta pendengaran. Dokter Muslim yang banyak memberi kontribusi pada Ophtamology adalah lbnu Al-Haytham (965-1039 M).
Selain itu, Ammar bin Ali dari Mosul juga ikut mencurahkan kontribusinya. Jasa mereka masih terasa hingga abad 19 M. Psikoterapi, serangkaian metode berdasarkan ilmu-ilmu psikologi yang digunakan untuk mengatasi gangguan kejiwaan atau mental seseorang. Dokter Muslim yang menerapkan psikoterapi adalah Al-Razi serta Ibnu Sina.

2. Aneka Metode Terapi dalam Medis Islam
Kometerapi, Krometerapi, Hirudoterapi
       Kometerapi adalah metode peratan penyakit dengan menggunakan zat kimia untuk membunuh sel penyakit kangker. Perawatan ini berguna untuk menghambat kerja sel. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini merujuk kepada obat antineoplastik yang digunakan untuk melawan kangker. Kometerapi pertama kali dikenalkan oleh dokter legendaris muslim, Al-Razi. Al-Razi merupakan dokter pertama yang memperkenalkan penggunaan zat-zat kimia dan obat-obatan dalam penyembuhan. Zat-zat itu meliputi belerang, tembaga, merkuri, garam arsenik, sal ammoniac, gold scoria, ter, aspal dan alcohol.
       Krometerapi merupakan metode perawatan penyakit dengan menggunakan warna-warna. Terapi ini merupakan terapi suportif yang dapat mendukung terapi utama. Menurut praktisi krometerapi, penyebab dari beberapa panyakit dapat diketahui dari pengurangan warna-warna tertentu dari system dalam menusia. Terapi ini dikembangkan oleh Ibnu Sina. Ia mampu menggunakan warna sebagai salah satu bagian paling penting dalam mendiagnosa dan perawatan. Seperti yang telah ia ungkapkan dalam kitabnya, The Canon of Medicane, “warna merupakan gejala yang nampak dalam penyakit”.
       Hirudoterapi merupakan terapi penyembuhan penyakit dengan menggunakan pacet/lintah sebagai obat untuk tujuan pengobatan. Metode terapi ini juga diperkanalkan oleh Ibnu Sina dalam karya yang sama. Tapi dalam kemajuannya, pengobatan dengan lintah inidiperkenalkan lagi oleh Abdel-Latief pada abad ke-12 M. yang kurang lebih menulis bahwa lintah dapat digunakan untuk membersihkan jaringan penyakit setelah operasi pembedahan.
       Metode-metode ini banyak disadur dan dikembangkan dalam dunia modern. Hingga istilah dan penyebutannya pun berbeda. Misalnya, kometerepi, di dunia modern bisa digunakan kombinasi sitostika dan disebut regimen kometerapi. Padahal sebelumnya penggunaan kometerapi digunakan satu jenis saja. Kometerapi pertama modern adalah asrsphenamine karya Paul Ehrlich, sebuah Arsenic komplel ditemukan pada tahun1909 dan digunakan untuk merawat sipilis. Dan tentunya masih banyak lagi metode terapi atau cara pengobatan lain dari khaazanah ilmu kedokteran Islam.
Institusi-Institusi dan Sistemnya
1. Pendidikan
       Abad ke-12 dan ke-13 gelombang besar melanda aktivitas kedokteran, ketika para dokter dari seluruh dunia Muslim mengejar karir institusi medis di Damaskus dan Kairo. Karena sudah banyak Rumah Sakit yang didirikan dan memerlukan lebih banyak dokter dalam pengoprasiaanya. Rujukan pertama dalam mendapatkan ilmu kedokteran adalah Institusi pendidikan seperti madrasah (sekolahan).
       Di Damaskus abad ke-13, Muhadzadzab al-Din al-Dakhwar membuat sebuah sekolahan dalam rangka pengajaran kedokteran eksklusif.Sekolah tersebut disambut gembira oleh pemimpin otoritas keagamaan kota tersebut. Ada yang mengatakan, sekolah kedokteran pertama yang dibangun umat Islam sekolah Jindi Shapur. Khalifah Al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah yang mendirikan kota Baghdad mengangkat Judis Ibn Bahtishu sebagai dekan sekolah kedokteran itu. Pendidikan kedokteran yang diajarkan di Jindi Shapur sangat serius dan sistematik.
       Pendirian Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya mempelajari bidang keagamaan, mulai gencar pada abad ke-14 pada era Usmaniah hingga Sultan Muhammad berkuasa. Madrasah tersebut banyak mencetak yang tidak hanya ulama’, tapi seorang ilmuwan. Dokter-dokter pun banyak terlahir dalam pendidikan ini. Pendidikan era Usmani ini, mempunyai konsep dan metode khusus  dalam mendidik tenaga medis, selain sudah memiliki tabib, yang dikenal spesialis penyakit pada era itu.
       Ternyata dalam era Usmani, pendidikan kedokteran tidak hanya dilakukan di gedung sekolahan, tapi juga di sebuah Rumah Sakit yang memang ada khusus tempat didik calon dokter. Bedanya dengan madraah, di RS tidak hanya diajari teori-teori seputar kedokteran, tapi juga praktek medis langsung. Sedangkan Madrasah lebih banyak mempelajari seluk beluk kedokteran secara teoritis.

2. Rumah Sakit
       Rumah sakit merupakan salah satu prestasi institusional terbesar masyarakat Islam abad pertengahan. Antara abad ke-9 dan ke-10 lima RS dibangun di Baghdad. Rumah sakit paling terkenal adalah RS Adudi yang dibangun di bawah pemerintahan Buyudiyah pada tahun 982. Setelah periode ini jumlah RS meningkat signifikan. Ketika institusi terkenal seperti RS Nuri di Damaskus (abad ke-12), dan RS al-Mansuri di Kairo (abad ke-13) dibangun bersamaan dengan RS lain di Qayrawan, Mekkah, Madinah, dan Rayy. 
Institusi-intitusi medis terbuka bagi semua orang yang memerlukan pengobatan atau obat. Tidak memandang gender, ras, kelas, orang miskin atau kaya, agama. Perawatan medis bergerak secara bergilir ke pelosok-pelosok desa dan juga melayani pengobatan para narapidana. System peraturan dan menageman  RS juga telah diterapkan. Dengan adanya pemisahan antara pasien wanita dan laki-laki, jadwal kerja para dokter, terdapat seorang administrator kepala, seorang kepala setaf yang juga memiliki wewenang menjalankan operasi medis.
       Beberapa RS tersedia tempat pendidikan, perpustakaan dan juga ruang-ruang khusus operasi atau pembedahan. Regulasi yang telah terorganisasikan secara sistematis, juga didukung dengan sarana-sarana lainnya. Seperti Muhtasib (supervisor pasar) yang merupakan pegawai public, berwenang untuk memberikan perlindungan melawan praktek curang. Manual hisbah (supervise pasar), disusun untuk menjelaskan kewajiban muhtasib.
       Dalam RS lebih maju terdapat berbagai fasilitas seperti apa yang telah dijelaskan. Termasuk apotek (toko obat) khusus untuk melayani pembelian obat masyarakat umum. Berbicara mengenai apotek, Islam juga mewarisi apotek-apotek yang dibangun oleh apoteker Islam zaman dulu. Sharif Kaf al-Ghazal dalam tulisannya bertajuk The Valueble contributions of Al-Razi in the History of pharmacy during the middle Ages, mengungkapkan, apotek pertama di dunia berdiri di kota Baghdad pada tahun 754 M. Saat itu Baghdad sudah menjadi Ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah.
       Selain itu, peradaban Islam juga merupakan pendiri sekolah farmasi pertama. Dengan berkembangnya ilmu farmasi yang begitu cepat membuat apotek atau toko-toko obat tumbuh berdiri di kota-kota Islam. Hampir di setiap RS besar dilengkapi dengan apotek instalasi farmakologi. Bahkan di era Abbasyiah, para ahli-ahli obat mempunyai apotek sendiri dirumahnya dan menggunakan keahliannya untuk meracik, menyimpan aneka obat-obatan sendiri. Pemerintah Islam juga mendukung pembangunan dibidang farmasi, dengan tujuan adanya selektifikasi atau ketelitian dalam obat.
       Secara bersamaan, praktek sosial medis ini menjadikan kedokteran Islam berada pada satu tingkatan yang tak terprediksikan dalam sejarah yang selanjutnya memberi kontribusi pada perkembangan tradisi medis Timur maupun Barat.

Etika Kedokteran
       Dalam praktek pengobatan dan perawatan pada pasien perlu diterapkan etika. Para dokter harus memiliki sikap tersebut dalam menjalankan profesinya itu. Karena itu sangat berpengaruh pada keberhasilannya dalam menyembuhkan pasien. Selain sikap itu khusus untuk menjaga nama baik atau keprofesionalan seorang dokter, sikap-sikap etis dokter juga berkaitan dengan psikologi pasien. Bagaimana seorang dokter mampu menciptakan suasana, menciptakan rasa percaya diri untuk sembuh dan sebagainya.
Profesi dokter yang disandang  seseorang, sangat terhomat di mata pasiennya. Oleh karena itu untuk menjaga kehormatan, nama baik maupun keharmonisan antara dokter dan pasiennya, perlu diterapkan sikap-sikap etis yang diemban para dokter. Berangkat dari situ, tradisi kedoteran para era kejayaan Islam menetapkan peraturan atau kode etik harus diemban oleh para dokter. Hingga era kekhalifahan Usmani peraturan berjalan sangat ketat. Para dokter muslim diwajibkan memegang teguh etika kedokteran dalam mengobati pasiennya.
       Akdeniz (sari) N mengatakan dalam karyanya, Osmanlilarda Hekim ve Hekimlik Ahlaki (Dokter Ottoman dan Etika Kedokteran), “setiap dokter harus mematuhi etika kedokteran dalam setiap tindakannya”. Menurut is secara garis besar ada empat hal yang harus dipegang teguh oleh para dokter di era kekhalifahan Turki Usmani, yaitu kesederhanaan/kesopanan, kepuasan,harapan dan kesetiaan. Akdeniz juga berpendapat berdasarkan catatan para tokoh di zaman Turki Usmani, etika kedokteran mengatur dokter saat berinteraksi dengan pasiennya.
       Nilai kesopanan dalam kutipan Akdeniz, tercermin dari sikap seorang dokter bijak abad 16 M zaman Turki Usmani yang bernama Nidai. Nidai menasehati pasiennya ketika memuji dirinya setelah berhasil menyembuhkan, bahwa Allah-lah yang sebenarnya menyembuhkan. Nilai kesetiaan disarankan dokter terkemuka era Turki, Vesim Abbas bahwa dokter harus setia dengan pasien dalam pengobatannya walaupun pasien bertindak tidak baik.
       Dalam nilai kepuasan ia juga menuturkan bahwa seorang dokter harus merasa puas terhadap keberhasilannya mengobati dan menyembuhkan pasien tanpa ambisi mendapatkan uang. Begitu juga rasa optimisme, seorang dokter tidak boleh menyebabkan pasiennya mengalami keputusasaan. Seperti yang diajarkan dokter abad 15 M, Ibnu Shareef, dokter harus mengembangkan dan menumbuhkan rasa optimisme para pasiennya. Bahkan tidak boleh memberitahukan terkait kematiannya.
       Tapi dalam karyanya, “Tip Deontolojisi” Prof. Nil tampaknya menunjukkan kesayanga. Menurut Prof. Nil dizan modern ini, telah terjadi perubahan yang begitu besar. Akibat pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi medis Akibatnya nilai-niai moral yang dipegang teguh dokter mulai terkikis dan tergantikan dengan nilai-nilai baru. Berbeda dengan ungkapan Beauchamp LT dalamkarya Childress FJ: Principless of Biomedical Ethics, pada abad ke-20 M, kemajuan besar telah dicapai dibidang studi etika medis. Etika medis saat ini terkonsentrasi pada pemecahan pilihan moral sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan peraturannya.

Kamis, 01 Desember 2011

Tokoh Ilmu Kedokteran

A.    AL-RAZI
       Dunia keilmuan, khususnya kedokteran modern, harus mengakui peran dan gagasan tokoh Islam yang satu ini. Selain seperti yang kita kenal, Ibnu Shina yang merupakan perintis awal Ilmu kedokteran. Dia adalah Muhammad bin Zakaria Al-Razi, atau lebih dikenal dengan nama Al-Razi. Menempati bidang ini pada usia yang dapat dibilang sudah tidak muda lagi.
       Ia lahir di Rayy, dekat Teheran, Iran, pada tahun 846 M. (w. dikota yang sama pada tahun 925 M). Al-Razi yang bernama lengkap Abu Bakar Muhammad Zakaria al-Razi sebagai seorang pribadi atau pemikir, dia sangat disegani dan dihormati kalangan sarjana barat.  Seperti A.J. Aberry, yang menulis pengantar dalam buku Al-Razi, The Spiritual Physic of Rhazes (penyembuhan rohani). Walaupun sudah menginjak usia tua, ketekunannya dalam bidang kedokeran menghasilkan karya-karya sangat monumental. Humayun bin Ishaq adalah gurunya di Baghdad.
       Dengan karya-karya yang dihasilkan dalam bidang kedokteran, pengabdian dan kejeniusan al-Razi diakui oleh Barat. Banyak ilmuan Barat menyebutnya sebagai pionir terbesar dunia Islam dibidang kedokteran. “Razhes merupakan tabib terbesar dunia Islam, dan satu yang terbesar sepanjang sejarah”, jelas Max Mayerhof. Sementara sejarawan barat terkenal, George Sarnton, mengomentari al-Razi , “AL-Razi dari Persia, dia juga kimiawan dan fisikawan. Dia bisa dinyatakan salah seorang salah seorang perintis latrokimia zaman renaisans,,,maju dibidang teori, dia memadukan pengetahuannya yang luas melalui kebijaksanaan Hippokratis”.
       Dalam karyanya, Al-Mansuri” (Liber Al-Mansofis) Ia menyoroti tiga aspek penting dalam kedokteran, antara lain; kesehatan publik, pengobatan preventif, dan perawatan penyakit khusus. Bukunya yang lain berjudul 'Al-Murshid'. Dalam buku itu, Al-Razi mengupas tentang pengobatan berbagai penyakit. Buku lainnya adalah 'Al-Hawi'. Buku yang terdiri dari 22 volume itu menjadi salah satu rujukan sekolah kedokteran di Paris. Dia juga menulis tentang pengobatan cacar dan cacar air dalam Kitab fil al-Jadari wal-Hasba yang merupakan catatan pertama tentang metode diagnosis dan perawatan atas dua penyakit dan gejal-gejalanya.

B.     IBNU SINA
       Dunia Islam memanggilnya Ibnu Sina, tapi kalangan Barat menyebutnya dengan panggilan Avicenna. Ia merupakan seorang ilmuan, filsuf dan dokter pada abad ke-10. Selain itu dia juga dikenal dengan penulis yang produktif. Dan sebagian banyak tulisannya berisi tentang filsafat dan pengobatan. Karya-karyanya membanjiri literatur modern dan mengilhami karya-karya pemikir barat. Abu Ali Al-Hussain bin Abdullah bin Sina lahir di Afshana, dekat kota Bukhara, Uzbeskiztan pada tahun 981 M. Kecerdasannya ditunjukkan pada usia 17 tahun, dengan tingkat kejeniusan yang sangat tinggi dia telah memahami seluruh teori kedokteran yang ada pada saat itu dan melebihi siapun juga. Karena kecerdasannya itu dia diangkat sebagai konsultan dokter-dokter praktisi.
       Pengaruh pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Berbicara tentang karya-karyanya, tulisannya mencapai 250 karya. Baik dalam bentuk risalah maupun buku. Karyanya bayak dijadikan rujukan dalam bidang kedokteran oleh banyak kalangan pemikir. Diantaranya Qanun fi Thib, dalam buku ini berisi tentang bagaimana cara penyembuhan dan obat-obatan. Dalam dunia Barat kitab ini diterjemahkan dengan nama The Canon of Madicine. Dan ada pula yang menyebutnya Ensiklopedia pengobatan.  Asy-Syifa, dalam buku ini berisi menganai berbagai jenis penyakit, obatnya dan sekaligus cara pengobatannya berkaitan dengan penyakit bersangkutan.